FLORES TIMUR, Berita HUKUM – Warga Desa Lewonara mengecam pemerintah setempat terkait insiden pembantaian yang terjadi di Got Hitam, Kecamatan Adonara Timur, Flores Timur, NTT, Selasa (13/11). Warga menilai aksi pembantaian oleh kelompok dari Desa Lewobunga itu disinyalir mendapat perintah langsung dari pejabat petinggi setempat. Kononnya, sejumlah oknum pejabat setempat berupaya ingin menguasai tanah ulayat itu, karena kabarnya lahan yang disengketakan itu akan dibangun stadion.
“Sudah kedua kalinya Bupati Yoseph Lagadoni Herin mengingkari kesepakatan, sehingga buntutnya terjadi pembantaian hingga menimbulkan banyak korban jiwa dan luka. Kami meminta Komnas HAM agar segera memeriksa bupati dan sejumlah oknum pejabat setempat yang terlibat dalam tanah ulayat yang telah disengketakan. Mengingat masalah yang tak kunjung selesai ini, dalam waktu dekat ini saya akan melaporkannyalangsung kepada bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” jelas Hendrikus, tokoh Adat di Adonara Timur, kepada pewarta BeritaHUKUM.com, Sabtu (17/11).
Koordinator Tim Advokasi Hukum NTT, Kapitan mengaku, Pemerintah dan aparat Brimob sudah bekerja tidak sesuai protap. Buktinya, ratusan personil aparat Brimob tidak bisa berbuat apa-apa saat terjadi pembantaian terhadap 50 orangtua adat usai melaksanakan acara ceremonial tapal batas di Got Hitam beberapa hari lalu. Kapitan juga meminta agar kasus pembantaian tersebut diusut tuntas, begitu juga dengan kasus tanah ulayat yang kini dalam sengketa.
“Kami sangat menyayangkan peristiwa pembantaian yang telah menelan banyak korban jiwa maupun luka. Terkait kasus tersebut, kami minta masalah ini diusut tuntas,” ujarnya.
Kapitan menegaskan, kasus sengketa tanah ulayat ini diibaratkan seperti api dalam sekam, yang setiap saat biasa terbakar. Nah, sengketa lahan di Desa Lewonara ini, adalah satu kasus lahan yang tak kunjung tuntas. Dan parahnya lagi, kasus tersebut malah kian mencekam saja.
Kasus sengketa tanah ulayat ini diperkirakan tidak ada jalan penyelesaiannya, bilamana terus ada intervensi politik pemerintah setempat yang berupaya menguasai lahan sengketa tanah ulayat tersebut. Persoalan sengketa tanah ulayat ini sebelumnya sempat mereda saat pemerintah menjanjikan akan menyelesaikan masalah ini dengan cara baik-baik. Tetapi perjanjian itu diaplikasikan dalam bentuk kesepakatan.
Kesepakatan itu secara utuh dipenuhi oleh warga Desa Lewonara. Namun, situasi kian memanas ketika pemerintah melanggar, bahkan mengingkari kesepakatan itu. Sehingga, terjadilah pembantaian yang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa maupun luka.
“Agar korban tidak terus bertambah, kami minta pemerintah segera menyelesaikan masalah ini dengan arif dan bijaksana,” ujar Kapitan.
Peristiwa pembantaian yang terjadi pada Selasa lalu masih menyisakan kekecewaaan dan luka yang mendalam terhadap tindakan konyol yang dilakukan aparat Pemerintah.(bhc/san)
|